Pewarisan Sifat Menurut Mendel

Salah satu cabang biologi yang mengkaji tentang pewarisan sifat adalah genetika. Ilmu genetika berkembang sangat pesat sejak ditemukannya teori pewarisan sifat oleh seorang rahib di sebuah biara di Brunn, Austria yang bernama Gregor Johann Mendel yang selanjutnya tokoh ini disebut Bapak Genetika.
Mendel adalah orang yang pertama melakukan percobaan perkawinan silang. Dalam percobaannya, Mendel menyilangkan beberapa jenis tanaman ercis atau kacang kapri (Pisum sativum) di kebun biara. Di kebun tersebut banyak sekali terdapat tanaman kacang kapri yang beraneka ragam, ada yang berwarna putih dan merah, ada yang berbiji bulat dan keriput, serta ada pula yang berbatang tinggi dan rendah.
Mendel memilih kacang kapri untuk penelitiannya karena kacang tersebut memiliki sifat sebagai berikut :
1.      Memiliki bunga sempurna yang dapat melakukan penyerbukan sendiri;
2.      Dapat dengan mudah dilakukan penyerbukan silang;
3.      Masa hidupnya tidak lama, sehingga segera menghasilkan keturunan;
4.      Memiliki pasangan sifat yang mencolok.
Salah satu percobaan yang dilakukan Mendel adalah meyilangkan tanaman kacang kapri berbiji bulat galur murni dengan tanaman kacang kapri berbiji keriput galur murni dan sebaliknya. Galur murni (pure line) adalah tumbuhan yang melakukan penyebukan  sendiri dan menghasilkan keturunan dengan sifat-sifat seperti induknya meskipun ditanam ulang beberapa kali, dan memiliki pasangan gen (alel) yang sama, yaitu dominan saja atau resesif saja. Ada juga pendapat yang menyatakan galur murni  adalah suatu populasi yang terdiri dari individu-individu yang genetisnya sama (homozigot) akibat dari kawin silang dalam (inbreeding) atau perkawinan keluarga. Kedua pendapat diatas memiliki satu kesaman yaitu pada susunan genetisnya yang homozigot.
 Penyilangan dua individu dengan menyilangkan masing-masing serbuk sari tanaman yang satu ke putik tanaman yang lain disebut dengan persilangan resiprok. Dengan kata lain persilangan resiprok merupakan persilangan antara dua individu yang masing-masing berperan sebagai penyumbang serbuk sari. Agar tidak terjadi penyerbukan sendiri, Mendel menghilangkan serbuk sari pada bunga yang akan ditaburi serbuk sari bunga lain semenjak bunga tersebut masih berbentuk kuncup.
Mendel melakukan percobaan ini berulang kali dan hasilnya dicatat dengan teliti. Percobaan juga dilakukan dengan sifat tanaman kacang kapri yang memiliki sifat mencolok lainnya. Misalnya, sifat warna bunga merah dan sifat warna bunga putih,  sifat  batang tinggi dengan batang rendah.
Mendel melakukan banyak percobaan pada tanaman kacang kapri yang memiliki bermacam-macam sifat beda. Hasil percobaan tersebut dirumuskan menjadi sebuah hipotesa (dugaan semetara). Hipotesis ini dibuat berdasarkan fakta-fakta dari percobaan perkawinan silang tanaman kacang kapri. Adapun hipotesa yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.      Pada setiap organisme ada sepasang faktor yang mengendalikan sifat tertentu. Sepasang faktor tersebut sekarang disebut gen.
2.      Gen-gen yang bersifat dominan akan mengalahkan gen-gen yang bersifat resesif. Prinsip dominan tersebut ditunjukkan dengan tanaman kacang kapri (F1) yang bergenotipe Mm tampak berbunga merah.
3.      Keturunan pertama (F1) dengan genotipe Mm, menghasilkan dua macam gamet yang berjumlah sama. Misalnya: jika dihasilkan 50 serbuk sari, 25 sebuk sari memiliki genotipe M dan 25 serbuk sari yang lain memiliki genotipe m. Demikian juga pada sel telurnya. Hal ini terjadi karena pada waktu pembentukkan sel gamet pasangan gen Mm memisah secara bebas. Akibatnya masing-masing sel kelamin (sebuk sari atau sel telur) hanya memperoleh satu gen, yaitu M atau m. Peristiwa ini untuk selanjutnya disebut dengan prisip pemisahan secara bebas.
4.      Dari hipotesa di atas, Mendel selanjutnya merumuskan sebuah prinsip yang berkaitan dengan pewarisan sifat, yang selanjutnya disebut dengan hukum Mendel (Mendelisme), sebagai berikut :
Prinsip berpisah secara bebas (segregasi). Selama pembentukkan gamet, tiap alel diturunkan secara bebas kepada setiap gamet. Ini terjadi pada persilangan monohibrid
b)      Hukum Mendel - II.
Prinsip berpasangan (penggabungan) gen secara bebas. Selama pembentukkan gamet dihibrid F1, pasangan alel akan mencari pasangan yang bukan alelnya. Misalnya, dari persilangan induk dengan dua sifat beda (dihibrid) diperoleh F1 dengan genotipe BbKk. Dalam pembentukkan gametnya B tidak akan berpasangan dengan b melainkan B akan berpasangan dengan K atau k sehingga gamet yang terbentuk BK, Bk, bK, dan bk.
2.4.1 Persilangan dengan Satu Sifat Beda (Monohibrida)
Di antara dua individu, sebenarnya banyak ditemukan sifat beda. Untuk mempermudah mempelajarinya, maka jumlah sifat yang diamati perlu dibatasi. Persilangan yang mengamati satu sifat beda disebut dengan persilangan monohibrida (mono = 1, hibrida = hasil persilangan dua individu yang memiliki sifat beda).
Contoh persilangan monohobrid antara kacang kapri berbunga merah dengan kacang kapri berbunga putih. Bunga merah (M) dominan terhadap bunga putih (m). Selanjutnya, F1 dari persilangan ini akan disilangkan kembali dengan sesamanya, sehingga diperoleh keturunan keduanya (F2) seperti Gambar 06 di bawah ini.
Persilangan juga dilakukan pada tanaman kapri biji bulat galur murni dengan kapri biji keriput. Sifat biji bulat dominan terhadap biji keriput. Dengan cara yang sama maka, pada persilangan ini juga di peroleh keturunan keduanya.
                                                            


 
                                                   
                           


 

                                           1                 :                 2                   :                 1
                                    
  Merah : Putih = 3 : 1
Gambar 09 : Bagan Persilangan Monohobrid
Tabel 04. Diagram Persilangan Kacang Kapri Berbunga Merah dengan Kacang Kapri Berbunga Putih
Serbuk Sari
Sel Telur
M
50 %
M
50%
M
50 %
MM
25%
(Merah)
Mm
25%
(Merah)
m
50 %
Mm
25%
(Merah)
Mm
25%
(Putih)
Sumber  : Daroji & Haryati (2007)
Dari bagan di atas tampak bahwa induk (parental) memilki sifat bunga  merah disilangkan dengan induk berbunga putih, menghasilkan keturunan pertama (F1) yang semuanya berwarna merah. Dalam persilangan tersebut, sifat bunga merah menutupi atau mengalahkan sifat bunga putih. Hal ini berarti sifat bunga merah dominan terhadap sifat bunga putih. Sifat bunga putih disebut resesif.
Selanjutnya, keturunan pertama (F1) yang berbunga merah (Mm) disilangkan dengan sesamanya.  Hasil dari persilangan itu adalah tanaman kacang kapri  yang merupakan keturunan kedua (F2). Pada bagan di atas tampak hasil persilangan yang memunculkan sifat bunga putih, padahal parental kedua (F1 x F1) berwarna merah. Peristiwa ini menunjukkan bahwa dalam induk kedua sifat bunga putih masih ada, tetapi masih tertutupi oleh sifat bunga merah.
Pada diagram persilangan munculnya sifat bunga putih terjadi karena gen resesif pembawa sifat bunga berwarna putih bertemu dengan alelnya yang sama-sama resesif, sehingga sifat bunga berwarna putih muncul kembali.
Dari  diagram di atas, tampak bahwa keturunan kedua dalam persilangan tersebut memiliki tiga macam genotipe, yaitu MM, Mm, dan mm dengan perbandingan 1 : 2 : 1. Hal ini berarti keturunan kedua (F2), sebanyak 25 % individu bergenotipe MM, 50 % bergenotipe Mm, dan 25 % bergenotipe mm. Adapun fenotipe yang muncul ada dua macam, yaitu merah dan putih, dengan perbandingan (rasio) 3 : 1.
Selain hasil percobaan di atas, Mendel juga menemukan persilangan monohibrid yang sifatnya intermediat, yaitu sifat perpaduan antara gen dominan dengan gen resesif yang memunculkan fenotipe baru, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10 di bawah ini.
Induk (P):
Gamet:
Keturunan pertama (F1) :
 
                                            


 
                                                                        x
                                                                              
                                                                   
                                                                                                


 
                                                                                    x
                                                                                   
                                                                                                                     
           1             :           1          :          1           :           1
       Merah : Merah Muda : Putih = 1 : 2 : 1
     Gambar 10 : Bagan Persilangan Monohobrid dengan sifat  intermediat
               Tabel 05.  Diagram Persilangan Monohibrid dengan sifat Intermediat
Serbuk Sari
Sel Telur
M
M
M
MM
 (Merah)
Mm
 (Merah Muda)
m
Mm
 (Merah Muda)
Mm
 (Putih)
Sumber  : Daroji & Haryati (2007)
Dari persilangan di atas tampak ada fenotipe baru yang muncul. Sifat warna merah muda muncul sebagai akibat dari pengaruh gen dominan dangan resesif yang sama-sama kuat memunculkan pengaruhnya, sehingga tidak ada yang saling menutupi  dan yang ditutupi (gen M memiliki pengaruh yang sama kuat dengan gen m).  Jika antar keturunan F1 di silang diperoleh keturunan kedua (F2) dengan perbandingan atau rasio sebagai berikut :
1.      Rasio berdasarkan genotipe adalah MM : Mm : mm = 1 : 2 : 1
2.      Rasio berdasarkan sifat yang tampak (fenotipe) adalah Merah : Merah Muda : Putih = 1 : 2 : 1
2.4.2 Persilangan dengan Dua Sifat Beda (Dihibrida)
Selain melakukan percobaan dengan satu sifat beda, Mendel juga melakukan percobaan persilangan dengan dua sifat beda. Persilangan yang dilakukan pada dua individu dengan memperhatikan dua sifat beda disebut dengan persilangan dihibrida. Tanaman kacang kapri yang dipilih selalu merupakan galur murni. Dalam ekperimennya, Mendel memilih kacang kapri biji bulat, warna kuning untuk disilangkan dengan kacang kapri biji keriput warna hijau. Pada F1–nya diperoleh semua keturunannya berbiji bulat warna kuning. Hal ini menunjukkan bahwa sifat biji bulat, warna kuning dominan terhadap sifat biji keriput, warna hijau.
Hasil persilangan pertama tadi (F1), selanjutnya ditanam kembali dan dibiarkan melakukan penyerbukan sendiri. Biji-biji yang dihasilkan, oleh Mendel disebut turunan kedua (F2), dengan fenotipe biji bulat warna kuning : Biji Bulat warna hijau : biji keriput warna kuning : biji keriput warna hijau dengan perbandingan (rasio) = 9 : 3 : 3 : 1. Proses penurunan sifat pada persilangan dihibrida dapat dijelaskan sebagai berikut.
Bila B = simbul untuk gen bulat (dominan), b = simbul untuk gen kisut, K = untuk warna kuning, k = simbul gen warna hijau, maka genotipe parental dan filia dari F1 dan F2 dapat dibuat seperti Gambar 11 berikut ini:


 

Keturunan kedua (F2):
 
                               
                  
BK
Bk
bK
bk
BK
BBKK  
(1)
BBKk
(2)
BbKK
(3)
BbKk
(4)
Bk
BBKk
(5)
BBkk
(6)
BbKk
(7)
Bbkk
(8)
bK
BbKK
(9)
BbKk
(10)
bbKK
(11)
bbKk
(12)
bk
BbKk
(13)
Bbkk
(14)
bbKk
(15)
bbkk
(16)
            Gambar 11  : Bagan Persilangan pada Dihibrid                   
                                        Sumber        : Nurharyati (2006)
Diagram punnet di atas menunjukkan bahwa variasi genotipe dan fenotipe pada persilangan dihobrida lebih banyak dari variasi genotipe dan fenotipe pada persilangan monohibrida. Pada persilangan dihibrid :
a.       Persilangan antar F1 (BbKk  x  BbKk) menghasilkan 9/16 turunan biji bulat warna kuning dengan genotipe BBKK (1), BBKk (2), BbKK (2), BbKk (4); 3/16 biji bulat warna hijau dengan genotipe, BBkk (1), Bbkk (2); 3/16 bagian biji keriput warna kuning dengan genotipe, bbKK (1), bbKk (2); 1/16 bagian biji keriput warna hijau dengan genotipe, bbkk (1).
b.      Di antara F2 ternyata muncul dua kombinasi sifat fenotipe yang tidak dimiliki oleh kedua induknya (P). Kedua fenotipe baru ini adalah biji bulat warna hijau dan biji keriput warna kuning. Dari kenyataan ini Mendel berasumsi bahwa dalam pembentukkan gamet, tiap alel diturunkan secara bebas kepada setiap gamet. Jika pada monohibrida terjadi segregasi (pemisahan) bebas dari satu pasang alel (Hukum Mendel - I), maka pada dihibrida F1 dengan genotipe BbKk, dalam pembentukkan gametnya B tidak akan berpasangan dengan b melainkan B akan berpasangan dengan K atau k sehingga gamet yang terbentuk BK, Bk, bK, dan bk. Prinsip Mendel inilah yang kemudian disebut dengan Hukum Mendel – II yaitu hukum pengelompokkan gen secara bebas (The Law of Independent Assortment of Genes) atau hukum pilihan acak (Random Assortment).
c.       Hasil keturunan pada kotak nomor 1, 6, 11 dan 16 yang letaknya diagonal dari kiri atas ke kanan bawah, semuanya bersifat homozigot.
d.      Sedangkan pada kotak nomor 4, 7, 10 dan 13 yang letaknya diagonal dari kanan atas ke kiri bawah, semuanya bersifat heterozigot dengan genotipe dan fenotipe yang sama.
Selain dengan cara punnet seperti di atas, keturunan pada persilangan dihibrida juga dapat dicari dengan menggunakan sistem bracket. Sistem ini dapat digunakan untuk menentukan : 1) macam gamet dari suatu individu, 2) rasio fenotipe dari suatu persilangan, 3) rasio genotipe dari suatu persilangan.
Mencari gamet dari individu dengan genotipe BbKk
        
K           BK                               K          bK
B                                                 b
           k            Bk                                  k          bk
  Selanjutnya gamet yang terbentuk disilangkan :
                                                                  1 KK---> BBKK = 1
                                                                                                            Fenotipe:
  1 BB                    2 Kk----> BBKk = 2         Bulat Kuning=
                                                                                                             9/16 bagian
                                                                  1 kk-----> BBkk = 1
                                                                  1 KK----> BbKK = 2       Fenotipe:
                                                                                                           Bulat hijau =
BbKk><BbKk                2 Bb                  2 Kk-----> BbKk = 4        3/16 bagian
                                                                   1 kk----->  Bbkk = 2
                                                                                                           Fenotipe:
                                                                   1 KK----> bbKK = 1      Keriput Kuning=
                                                                                                           3/16 bagian
     1 bb                   2 Kk-----> bbKk = 2
                                                                        Fenotipe:
                                1 kk-----> bbkk = 1         Keriput hijau =                
                                                  16 individu   1/16 bagian
 
Persilangan dengan menggunakan sistem breeket dapat dilihat pada Gambar 12 sebagai berikut.













































































 

Gambar 12   : Persilangan Dihibrid dengan Sistem Breeket
              Sumber       : Sarna, dkk. (2000)
2.5 Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Pewarisan sifat yang terjadi pada persilangan monohibrid, dihibrid, polihibrid bertolak dari konsep suatu pewarisan sifat keturunan yang ditentukan oleh gen tunggal. Akan tetapi dalam kenyataannya kadang-kadang suatu sifat tidak bisa diterangkan dengan dasar sebuah gen tunggal, melainkan oleh adanya interaksi beberapa pasang gen yang saling memberikan pengaruh. Proses pewarisan siafat itu sendiri masih mengikuti pola dari hukum Mendel. Namun variasi fenotif yang dihasilkannya seperti tidak sesuai dengan hukum Mendel itu sendiri. Karenanya proses interaksi gen juga disebut dengan penyimpangan semu hukum Mendel, atau modifikasi dari perbandingan klasik 9 : 3 : 3 :1.
2.5.1 Interaksi Beberapa Pasang Alel
Adanya interaksi gen ini pertama kali diketahui oleh W. Bateson dan R.C Punnet pada awal abad ke-20 dari persilangan ayam dengan pial (jengger) yang berbeda. Dikenal ada 4 macam bentuk jengger yaitu tipe gerigi/mawar (rose), tipe biji/kacang (pea), tipe walnut/sumpel, dan tipe bilah (single).
Bila ayam pial mawar (galur murni) disilangkan dengan ayam pial kacang (galur murni) yang keduanya telah diketahui dominan, pada F1-nya dihasilkan turunan berpial walnut, yang berbeda dari pial kedua induknya. Apabila pial walnut disilangkan dengan sesamanya, maka pada F2-nya dihasilkan ayam berpial Walnut : mawar : kacang : bilah = 9 : 3 : 3 : 1. Kenyataan ini menunjukkan bahwa bentuk pial dipengarhi oleh dua pasang alel yang saling berinteraksi.
Sebagai contoh, perilangan antara ayam berpial mawar (RRpp) dengan ayam berpial kacang (rrPP), akan menghasilkan ayam berpial walnut pada keturunan pertamanya (F1-nya). Dengan bagan persilangan sebagai berikut:
P1      :           Mawar             x          Kacang               
                     RRpp                           rrPP
F1      :                                RrPp
                                        (walnut)
F2      :
                  
RP
Rp
rP
rp
RP
RRPP
(Walnut)
RRPp
(Walnut)
RrPP
(Walnut)
RrPp
(Walnut)
Rp
RRPp
(Walnut)
RRpp
(Mawar)
RrPp
(Walnut)
Rrpp
(Mawar)
rP
RrPP
  (Walnut)
RrPp
(Walnut)
rrPP
(Kacang)
rrPp
(Kacang)
rp
RrPp
   (Walnut)
Rrpp
(Mawar)
rrPp
(Kacang)
rrpp
(Bilah)
§  Genotip pial walnut : R – P –                      9/16 bagian
§  Genotip pial mawar  : R – pp                       3/16 bagian
§  Genotip pial kacang : rr  P –                        3/16 bagian
§  Genotip pial bilah     : rr pp                           1/16 bagian
Dalam peristiwa interaksi ini dua pasang alel bekerjasama menghasilkan fenotip pial tertentu (walnut, mawar, kacang, bilah). Adapun ciri interaksi gen yaitu; (1) F1 tidak pernah sama dengan induknya, (2) muncul sifat baru (bilah).
2.5.2 Epistasis Dominan
Epistasis adalah peristiwa penutupan ekspresi gen oleh gen lain yang bukan alelnya. Gen yang ditutupi disebut hipostasis. Peristiwa ini pertama kali ditemukan oleh Nelson dan Ehle pada persilangan gandum. Apabila gen dominan menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya maka disebut epistasis dominan.
Dari persilangan gandum yang kulit bijinya hitam (HHkk) dengan gandum yang kulit bijinya kuning (hhKK), keturunan pertama (F1) semuanya berkulit biji hitam. Hal ini menunjukkan bahwa sifat hitam dominan terhadap sifat kuning. Selanjutnya F1 disilangkan dengan sesamanya menghasilkan keturunan kedua (F2) dengan perbandinga 12 hitam : 3 kuning : 1 putih. 
P1      :           Hitam              x          Kuning      
                     HHkk                          hhKK
F1      :                               HhKk
                                        (hitam)
P2       :               HhKk              x          HhKk
                  
HK
Hk
hK
hk
HK
  
 HHKK
(Hitam)
HHKk
(Hitam)
HhKK
(Hitam)
HhKk
(Hitam)
Hk
HHKk
(Hitam)
HHkk
(Hitam)
HhKk
(Hitam)
Hhkk
(Hitam)
hK
HhKK
(Hitam)
HhKk
(Hitam)
hhKK
(Kuning)
hhKk
(Kuning)
hk
HhKk
(Hitam)
Hhkk
(Hitam)
hhKk
(Kuning)
hhkk
(Putih)
§  Genotip Kulit biji hitam : H – kk                       3/16 bagian
§  Genotip kulit biji kuning: hh  K –                      3/16 bagian
§  Genotip kulit biji putih   : hh kk                         1/16 bagian
Perbandingan fenotip Hitam : Kuning : Putih = 12 : 3 : 1
2.5.3 Epistasis Resesif (Kriptomeri)
Pada peristiwa ini gen resesif menutupi ekspresi gen lainnya. Contoh pada perkawinan tikus hitam  dengan tikus putih yang homozigot. F1-nya menghasilkan tikus hibrida yang semuanya berwarna hitam. Sedangkan keturan kedua (F2) didapatkan ratio fenotip hitam : abu-abu : putih = 9 : 3 : 4, yang nampaknya menyimpag dari hukum Mendel.
Diketahui :
o   R – C          = hitam
o   rr C – k         = abu-abu
o   - - cc             = putih (albino)
P1      :           Hitam              x          Kuning      
                     RR CC                                    rr cc
F1      :                               Rr Cc
                                        (hitam)
P2       :               Rr Cc               x          Rr Cc
                  
RC
Rc
rC
rc
RC
  
 RRCC
(Hitam)
RRCc
(Hitam)
RrCC
(Hitam)
RrCc
(Hitam)
Rc
RRCc
(Hitam)
RRcc
(Putih)
RrCc
(Hitam)
Rrcc
(Putih)
rC
RrCC
(Hitam)
RrCc
(Hitam)
rrCC
  (Abu-abu)
rrCc
 (Abu-abu)
rc
RrCc
(Hitam)
Rrcc
(Putih)
rrCc
  (Abu-abu)
rrcc
(Putih)
§  Genotip hitam                : R – C –                      9/16 bagian
§  Genotip Putih                 : R – cc                        3/16 bagian
§  Genotip Abu-abu           : rr  C –                        3/16 bagian
§  Genotip putih                 : rr cc                           1/16 bagian
Perbandingan fenotip Hitam : Abu-abu : Putih = 9 : 3 : 4
2.5.4 Epistasis Dominan dan Resesif
Pada peristiwa ini proses saling menutupi semakin komplek. Misalnya pada persilangan ayam ras Leghorn dan Plymouth Rack yang sama-sam berwarna putih. Pada F1-nya semua turunan berwarna putih, suatu kenyataan yang wajar berdasarkan prinsip dominansi Mendel. Namun pada F2-nya ternyata, muncul turunan ayam berwarna yang mengundang pertanyaan. Setelah dikaji ternyata ada sejumlah gen yang saling berinteraksi, diantaranya adalah sebagai berikut :
C      = gen yang menyebabkan bulu ayam berwarna
c       = gen yang menyebabkan bulu ayam tidak berwarna (putih)
I        = gen yang menghambat munculnya warna
i        = gen yang tidak mencegah timbulnya warna
sehingga proses penurunan dapat digambarkan sebagai berikut.
P1      :           cc ii                              x                      CC II
                     Plymouth Rock                                   Leghorn
                     (putih)                                                 (putih)
F1      :                                            CcIi
                                                    (Putih)
F2      :
C I
C i
c I
c i
C I
  
 CC II
(Putih)
CC Ii
(Putih)
Cc II
(Putih)
Cc Ii
(Putih)
C i
CC Ii
(Putih)
CC ii
(Berwarna)
Cc Ii
(Putih)
Cc ii
(Berwarna)
c I
Cc II
(Putih)
Cc Ii
(Putih)
cc II
  (Putih)
cc Ii
 (Putih)
c i
Cc Ii
(Putih)
Cc ii
(Berwarna)
cc Ii
  (Putih)
cc ii
(Putih)
§  Genotip putih                 : C – I–                        9/16 bagian
§  Genotip berwarna          : C – ii                         3/16 bagian
§  Genotip putih                 : cc I –                                     3/16 bagian
§  Genotip putih                 : cc ii                            1/16 bagian
Perbandingan fenotip Putih : berwarna = 13 : 3
 
http://gedejoniarta.blogspot.co.id/2013/02/pewarisan-sifat.html
Labels: Biologi
Back To Top