Metode validasi, menurut USP 32, adalah proses yang ditetapkan,
dengan studi laboratorium, untuk menjamin karakteristik kinerja prosedur memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan untuk aplikasi analisis yang dimaksudkan. Karakteristik yang harus diuji pada
validasi metode meliputi akurasi, presisi, spesifisitas, batas deteksi, batas
kuantitasi, linearitas, range, robustness (Demuth, et al, 2009).
Pada validasi metode terdapat
parameter yang harus diukur. Penentuan parameter validasi yang akan dilakukan
bervariasi bergantung pada tipe analisis yang akan dilakukan. Terdapat empat
kategori metode analisis yaitu (Demuth, et
al, 2009) :
a. Kategori
I
Metode analitikal untuk kuantitasi
komponen maupun substansi bahan baku obat atau bahan aktif (termasuk pengawet)
pada hasil akhir farmasetika.
b. Kategori
II
Metode analitik untuk menentukan impurities dalam substansi bahan baku
atau komponen sisa pada produk akhir farmasetika. Metode ini termasuk
perhitungan kembali secara kuantitatif dan uji batas.
c. Kategori
III
Metode
analitik ini untuk menentukan performa karakteristik (contoh: disolusi,
pelepasan obat)
d. Kategori
IV
Metode analitik untuk identifikasi
suatu substansi tertentu
Tabel 2.1 Data yang diperlukan untuk validasi (USP 32)
Karakteristik analisis
|
Kategori I
|
Kategori II
|
Kategori III
|
Kategori IV
|
|
Kuantitatif
|
Limit Tes
|
||||
Akurasi
|
Ya
|
Ya
|
*
|
*
|
Tidak
|
Presisi
|
Ya
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Spesifisitas
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
*
|
Ya
|
LOD
|
Tidak
|
Tidak
|
Ya
|
*
|
Tidak
|
LOQ
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
*
|
Tidak
|
Linearitas
|
Ya
|
Ya
|
Tidak
|
*
|
Tidak
|
Range
|
Ya
|
Ya
|
*
|
*
|
Tidak
|
*mungkin diperlukan, bergantung
pada spesifikasi tes yang dilakukan
2.4.1
Spesifisitas/Selektifitas
Spesifisitas
atau selektifitas suatu metode adalah kemampuan suatu metode untuk hanya
mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen
lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektifitas seringkali dapat
dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan
terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil
urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil
analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita,
2004).
International Conference on Harmonization (ICH) membagi spesifisitas/selektifitas dalam dua kategori terpisah yaitu identifikasi dan uji impurities. Untuk tujuan identifikasi, spesifisitas ditunjukkan oleh kemampuan untuk membedakan antara senyawa dengan struktur yang hampir sama, atau dengan perbandingan terhadap bahan yang diketahui. Untuk uji impurities, pada metode kromatografi (HPLC, TLC, GC) spesifisitas ditunjukkan dengan resolusi dua senyawa terdekat. Senyawa ini biasanya merupakan komponen utama atau bahan aktif dan impurities. Jika terdapat impurities, maka harus menunjukkan bahwa impurities ataupun bahan lain seperti eksipien tidak akan mengganggu analisis (Swartz and Krull, 1997).
2.4.2
Linearitas dan Range
Linearitas
adalah kemampuan metode analisis memberikan respon secara langsung atau dengan
bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi
analit dalam sampel. Range adalah interval
antara batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat
ditetapkan dengan presisi, akurasi, dan linearitas yang dapat diterima.
(Harmita, 2004).
Linearitas umumnya dilaporkan sebagai varians dari
kemiringan
garis regresi. Pedoman ICH menentukan minimal lima tingkat konsentrasi, bersama
dengan beberapa rentang minimum spesifikasi. Untuk tes pengujian, rentang minimum spesifikasi adalah 80-120% dari
konsentrasi target. Untuk tes pengotor, rentang minimum dari tingkat pelaporan masing-masing pengotor
hingga 120% dari
spesifikasi (Swartz and Krull, 1997).
Sebagai
parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis
regresi linier Y = a + bX. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai a = 0
dan r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis. Parameter lain yang harus
dihitung adalah simpangan baku residual (Sy). Dengan menggunakan kalkulator
atau perangkat lunak komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat
diukur (Harmita, 2004).
2.4.3
Batas Deteksi (Limit of Detection, LOD)
Batas deteksi (LOD) didefinisikan sebagai
konsentrasi terendah dari analit dalam sampel yang dapat dideteksi, walaupun
belum tentu dapat dikuantifikasi. Ini adalah tes batas
yang menentukan apakah analit berada di atas atau di bawah
nilai tertentu. (Swartz and Krull, 1997)
LOD
dapat dihitung berdasarkan standar deviasi (SD) dari respon dan slope (S) dari kurva kalibrasi pada tingkat mendekati LOD
dengan rumus sebagai berikut: LOD = 3,3 (SD / S). Standar deviasi dari respon
dapat ditentukan berdasarkan standar deviasi
dari blanko
maupun standar deviasi residual dari kurva kalibrasi (Sy) (Yuwono M
& Indrajatno G, 2005).
2.4.4
Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation,
LOQ)
Batas kuantifikasi
didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat
ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi
operasional metode yang digunakan. Sebagaimana LOD, LOQ juga diekspresikan
sebagai konsentrasi (dengan akurasi dan presisi juga dilaporkan).
Perhitungan LOQ didasarkan
pada standar deviasi respon (SD) dan slope (S) kurva kalibrasi sesuai dengan
rumus: LOQ = 10 (SD/S). Standar
deviasi dari respon dapat ditentukan berdasarkan standar deviasi dari blanko maupun standar deviasi
residual dari kurva kalibrasi (Sy) (Yuwono M & Indrajatno G,
2005, 2005).
2.4.5
Akurasi
Akurasi adalah ukuran dari ketepatan metode analitis,
atau kedekatan hasil antara nilai terukur dan nilai yang diterima baik
sebagai nilai, konvensional benar atau nilai referensi yang bisa diterima (Swartz and Krull, 1997)
Akurasi
biasa dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analis sangat
tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan
analisis. Oleh karena itu untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat
dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan
peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik,
pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur
(Harmita, 2004).
Akurasi
dapat ditentukan dengan cara membandingkan hasil aplikasi analisis dengan
standar analit yang telah diketahui kemurniannya, membandingkan hasil analisis
dengan hasil dari prosedur standar yang telah ada, dengan metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode
penambahan baku (standard addition method)
(Demuth, et al, 2009).
Dalam
metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran
bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan
hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang
sebenarnya). Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah
tertentu analit yang dianalisis ditambahkan ke dalam sampel untuk kemudian
dicampur dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar
yang sebenarnya (hasil yang diharapkan) (Harmita, 2004).
Baku
akurasi pada dapat dihitung sebagai berikut:
Keterangan :
CF = konsentrasi total sampel yang diperoleh
dari pengukuran
CA = konsentrasi sampel sebenarnya
C*A = konsentrasi analit yang ditambahkan
Perhitungan
perolehan kembali dapat juga ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
CF = konsentrasi total sampel yang diperoleh
dari pengukuran
CA = konsentrasi sampel sebenarnya
C*A = konsentrasi analit yang ditambahkan
Persen
perolehan kembali seharusnya tidak melebihi nilai presisi RSD. Rentang
kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat
pada tabel di bawah ini (Harmita, 2004)
Tabel
2.2 Hubungan kadar analit dengan recovery
(Harmita, 2004)
Analit Pada Matrik
Sampel
(%)
|
Rata-rata yang
Diperoleh
(%)
|
100
|
98 – 102
|
> 10
|
98 – 102
|
> 1
|
97 – 103
|
> 0,1
|
95 – 105
|
0,01
|
90 – 107
|
0,001
|
90 – 107
|
0,0001 (1 ppm)
|
80 – 110
|
0,00001 (100 ppb)
|
80 – 110
|
0,000001 (10 ppb)
|
60 – 115
|
0,0000001 (1 ppb)
|
40 – 120
|
Labels:
penelitian