BIOINFORMATIKA DOCKING :

BIOINFORMATIKA DOCKING :
Contoh Studi Senyawa Aktif dalam Piper aduncum terhadap Protein Tubulin
Oleh : Sarmoko

Bioinformatika muncul atas desakan kebutuhan untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisa data-data biologis dari database DNA, RNA maupun protein. Keberadaan database adalah syarat utama dalam analisis bioinformatika. Database protein dapat ditemukan di Swiss-Prot (Swiss) untuk sekuen asam aminonya dan di Protein Data Bank (PDB) (AS) untuk struktur 3D-nya (Sussman dkk., 1998).
Docking merupakan salah satu cakupan dari bioinformatika, terutama untuk tujuan penemuan obat (Utama, 2003). Docking merupakan suatu teknik penelitian untuk memprediksikan  apakah suatu molekul dapat berikatan dengan reseptor. Protein, DNA, dan ligan docking diprediksikan dengan teknik penempatan pada area tertentu. Protein dan ligan dibuat secara modelling dan dicari interaksi ikatan sehingga perilaku ligan sebagai inhibitor ataupun agonis dapat diketahui.
Salah satu aplikasi docking yang dilaporkan berhasil yaitu pada penemuan obat antiretroviral yaitu protease inhibitor untuk penyakit HIV. Keberhasilan tersebut memicu peneliti untuk melakukan eksplorasi pada penyakit yang lain, termasuk penyakit kanker. Kanker merupakan penyakit dengan jalur transduksi yang kompleks dan melibatkan banyak protein yang terlibat dalam perkembangannya. Target pengobatan misalnya pada protein tubulin. Satuan unit penyusun tubulin yaitu mikrotubul merupakan komponen utama dari sitoskleton yang terlibat dalam banyak fungsi seluler seperti mitosis, motilitas sel, atau penempatan organel yang terikat membran.
Protein tubulin mempunyai binding site yang telah diidentifikasi yaitu binding site kolkisin, vinblastin, dan taxol. Target seluler dari tubulin binding agent adalah subunit β-tubulin dari α/β-tubulin. Dua kelompok utama senyawa antimikrotubul yang digunakan dalam pengobatan kanker adalah mikrotubul-destabiliser dan mikrotubul-stabiliser. Termasuk senyawa mikrotubul-destabiliser yang memiliki aktivitas klinik contohnya ‘vinka’ alkaloid yang diisolasi dari Catharanthus roseus (Drukman dan Kavallaris, 2002). Mikrotubul-stabiliser termasuk taksan, taxol (pacitaxel) diisolasi dari kulit kayu Taxus brevifolia dan analog semisintetik dari taxotere (docetaxel).
Tubulin menjadi target penyakit kanker karena tubulin sangat diperlukan dalam proses pembelahan sel ketika fase mitosis. Sel kanker merupakan sel yang aktif membelah, sedangkan sel normal berada pada fase G0 atau disebut quiescent. Obat antimikrotubul akan menyerang sel-sel yang aktif membelah tersebut sehingga pertumbuhan sel kanker akan terhambat.
Berbagai tanaman Indonesia ternyata berkhasiat sebagai kemoprevensi karena adanya kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam tanaman. Golongan senyawa unik yang banyak diteliti pada pengobatan kanker yaitu senyawa chalcone. Senyawa ini merupakan prekursor dari flavonoid dan isoflavonoid yang melimpah pada tanaman pangan. Tanaman yang mengandung chalcone yaitu sirihan (Piper aducunum). Daun sirihan mengandung aduncamida, aduncin A, B, C, minyak atsiri, benzenoid, oksigen heterosiklik, steroid, fenilpropan (Taylor, 2006), flavonoid, dihidrochalcone, piperaduncin A, B, dan C; 2’,4’,6’-trihidroksi-4-metoksi-dihidrochalcone (TMHC), 2',6'–dihidroksi-4'–metoksidihidrochalcone (DMHC) asebogenin (Gambar 1) (Orjala, 2004) dan saponin.
A
B
C
D
Gambar 1. Struktur molekul senyawa chalcone. (A) Piperaduncin B, (B) 2’,4’,6’-trihidroksi-4-metoksi-dihidrochalcone (TMHC), (C) 2’,6’,-dihidroksi-4’-metoksidihidrochalcone (DMHC), (D) asebogenin.

Telah dilakukan docking antara senyawa chalcone yang dilaporkan terdapat dalam sirihan pada protein tubulin. Tubulin yang digunakan sebagai target, diperoleh dari Protein Data Bank dengan kode 1SA0 (binding site kolkisin), 1Z2B (binding site vinblastine) dan 1JFF (binding site taxol). Analisis dilakukan dengan membandingkan ligan uji dengan native ligan tiap reseptor. Hasil menunjukkan bahwa piperaduncin B dan TMHC score yang lebih kecil dari kolkisin, yang berarti senyawa mempunyai kemampuan berikatan lebih stabil terhadap reseptor tubulin-kolkisin. DMHC dan asebogenin mempunyai harga score yang lebih besar dari kolkisin yang berarti kemampuannya berikatan terhadap reseptor lebih lemah. Dari keempat senyawa uji, ternyata piperaduncin B memiliki interaksi paling kuat yaitu sekitar 3 kali kekuatan interaksi kolkisin-tubulin.

Tabel 1. Hasil score docking dan Ki ligan pada tubulin

Senyawa
Score Tubulin 1SA0 (KOL)
Score Tubulin 1Z2B (VIN)
Score Tubulin 1JFF (TAX)
Native ligan
-11,7059
-11,1234
-11,1469
Piperaduncin B
-12,1948
-11,5790
-9,82017
TMHC
-12,0856
-10,3633
-11,5341
DMHC
-10,8863
-9,6617
-9,8976
Asebogenin
-10,9733
-10,6403
-11,3476

Hasil docking antara ligan uji pada binding site vinblastin, menunjukkan bahwa TMHC memiliki interaksi yang paling kuat dan nilai score lebih kecil dibanding vinblastin artinya piperaduncin B memiliki ikatan yang lebih stabil dengan tubulin dibanding vinblastin. Sedangkan TMHC, DMHC, dan asebogenin berikatan lebih lemah dibanding vinblastin-tubulin. Hasil docking pada binding site taxol, ligan TMHC memiliki interaksi paling kuat. Sedangkan piperaduncin B dan DMHC memiliki kekuatan yang lebih lemah dibandingkan dengan kekuatan interaksi taxol-tubulin (Tabel 1).




(A)
(B)
(C)
(D)

Gambar 2.  Model docking senyawa chalcone dengan tubulin 1SA0 (A) piperaduncin B, (B) TMHC, (C) DMHC, (D). asebogenin. Warna pink adalah native ligan hasil docking dan warna kuning adalah ligan uji.

Jika dibandingkan interaksi ligan terhadap ketiga binding site tubulin, piperaduncin B memiliki afinitas yang paling besar dan interaksi ini terjadi pada binding site kolkisin. Jika dilihat interaksi senyawa uji terhadap binding site tubulin, ternyata hampir secara keseluruhan ligan uji mempunyai afinitas ikatan yang besar pada binding site kolkisin (Gambar 2), dibanding vinblastin dan taxol, kecuali asebogenin yang lebih kuat berikatan pada binding site taxol. Hal ini membuktikan bahwa hitungan secara komputasional docking sejalan dengan eksperimen yang dilaporkan oleh Hadfield dkk (2003) bahwa senyawa chalcone memiliki interaksi kuat pada binding site kolkisin dibanding vinblastin dan taxol.
Senyawa uji berinteraksi dengan reseptor melalui berbagai ikatan. Analisis hasil terhadap interaksi ligan mampu menunjukkan berbagai ikatan yang terjadi antara ligan dan reseptor. Parameter scoring, salah satunya ditentukan oleh ikatan hidrogen. Jumlah ikatan hidrogen makin banyak menunjukkan interaksi lebih besar. Piperaduncin B yang memiliki kekuatan ikatan paling besar ternyata memiliki jumlah ikatan hidrogen yang paling besar dibanding ligan yang lain (Tabel 2). Hal ini sejalan antara score dan jumlah ikatan hidrogen (Gambar 3).

Tabel 2. Ikatan hidrogen ligan pada tubulin 1SA0
Senyawa
Jumlah ikatan H
Residu asam amino yang berikatan
Gugus yang berinteraksi
kolkisin
2
VAL A 181
-OH


ASN A 101
-OH
piperaduncin B
3
SER A 178
-OCH3


LYS B 352
-OH


TYR A 224
-C=O
TMHC

*

DMHC
1
LYS B 352
-OH
asebogenin
1
SER A 178
-OH

* TMHC berinteraksi dengan tubulin melalui jembatan solven pada LEU B 255 (receptor exposure)

Gambar 3. Interaksi ligan piperaduncin B pada tubulin binding site kolkisin (3D)

Gambar 4. Interaksi kolkisin pada tubulin binding site kolkisin

Ligan uji maupun kolkisin berinteraksi dengan residu asam amino tertentu dari binding site yang berpengaruh pada kekuatan ikatan. Menurut hasil docking, kolkisin berinteraksi dengan residu asam amino VAL A 181 dan ASN A 101 (Gambar 4) sedangkan jika dibandingkan interaksi ligan pada PDBSum, kolkisin berikatan pada residu CYS B 241 (Gambar 5). Perbedaan ini menunjukkan pose ikatan yang berbeda antara ligan uji hasil docking dengan pustaka. Sedangkan interaksi ligan uji dengan tubulin pada binding site vinblastin dan taxol ternyata memberikan hasil ikatan hidrogen dengan jumlah yang bervariasi tergantung pada score yang dihasilkan.

Gambar 5. Interaksi yang terjadi antara kolkisin dan residu asam amino pada binding site kolkisin pada protein tubulin (http://www.ebi.ac.uk/pdbsum/)


Daftar Pustaka
Drukman S. dan Kavallaris M., 2002, Microtubule Alterations and Resistance to Tubulin-Binding Agents (Review), International Journal of Oncology 21; 621-628.
Hadfield, J.A., 2003, Tubulin and Microtubules as A Targets for Anticancer Drugs, Progress in Cell Cycle Research, 5, 309-325.
Orjala, J., Wright A.D., Behreds, H., Folkers, G., Sticher, O., Ruegger, H., dan Rali, T., 1994, Cytotoxic and Antibacterial Dyhidrohalcones from Piper aduncum, J. Nat. Prod., Jan; 57(1):18-26.
Sussman, J.L. et al. (1998). Protein Data Bank (PDB):’Database of Three-dimensional Structural Information of Biological Macromolecules, Acta Crystal logr. D. Biol . Crystallogr., 54, 1078-1084

Utama, A. (2003).Peranan Bioinformatika dalam Dunia Kedokteran, IlmuKomputer.com
Labels: kesehatan
Back To Top